Senin, 24 Desember 2012

cerita abunawas


permisi agan2 sekalian, ijinin ane buat bikin thread sederhana tentang cerita abunawas di lounge tercinta ini Big Grin

siapa yang tak kenal dengan cerita abunawas yang lucu dan dihiasi dengan kecerdikan abunawas dalam mengelabuhi mangsa2nya Ngakak (S), nah mungkin bagi sebagian agan2 sudah sering membacanya di sana sini, ane disini cuma mau ngingetin ajah ato ngajak agan2 semua untuk bisa ketawa2 kecil dengan cerita abunawas, ok langsung saja gan, cerita pertama


Quote:
Botol Ajaib
Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu
memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas
yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah
senyuman.
"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku
kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya
Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya."
kata Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak
memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung
bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar
angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.
Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat.
Sedangkan angin tidak.
Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas
pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak
begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan
merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang
jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia
yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan
terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol
sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk
menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari
terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu
Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.
Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman
karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana.
Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan
lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la
berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat
mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu
gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal
karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.

"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"
"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil
mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan
botol itu.
Baginda menimang-nimang botol itu.
"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.
"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.
"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu
angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas
menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau
kentut yang begitu menyengat hidung.

"Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang
mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena
hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba
memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas
ketakutan.
Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk
akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.


Quote:
bakal ane update gan cerita-cerita lainnya tunggu ajah yah gan




Spoilerfor kasihdulu:



Rate 5 StarRate 5 Star







Spoilerfor ngarep:



Blue Guy Cendol (L)Blue Guy Cendol (L)







Spoilerfor jangan:



Blue Guy Bata (L)Blue Guy Bata (L)




amankan


----------------
Ngakakahahaaha.. abu nawas emang kocak gan, ini cerita sufi yang paling ane suka..
ada aja akalnya buat ngelabuhi raja.. xDRate 5 Star


*update gan ceritanya

Quote:
Ibu Sejati
Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang
sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan
memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi
ibu bayi itu.
Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja
untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik
rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah
satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling
mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil
Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau
menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya.
Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang
biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di
tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo
dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan
di atas meja.
"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu
saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia
mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?"
"Tidak, bayi itu adalah anakku." kata kedua perempuan itu serentak.

"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu
dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu
menjadi dua sama rata." kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua
menjerit-jerit histeris.
"Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya
diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua. Abu Nawas
tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera
mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan
perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih.
Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu
Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi
penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi
rakyat biasa.


ditunggu update-nya, gan ..Big Grin

PEJWANdiamankan..Cool


*update lagi gan

Quote:
Hadiah Bagi Tebakan Jitu
Baginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada
yang sanggup menemukan jawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang
memuaskan Baginda. Padahal Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang
sebenarnya.
Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar
Abu Nawas saja yang memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu.
Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhirakhir
ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua
rahasia alam.
"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka
maksudkan?" tanya Abu Nawas ingin tahu.
"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama
ini menggoda pikiranku." kata Baginda.
"Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan
hamba."
"Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?"
tanya Baginda.
"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa sedikit
pun perasaan ragu, "Tuanku yang mulia," lanjut Abu Nawas 'ketidakterbatasan
itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh
Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana
batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur
sesuatu yang tidak terbatas."

Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu
Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.
"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di
langit ataukah ikan-ikan di laut?"
"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.
"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah
menghitung jumlah mereka?" tanya Baginda heran.
"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari
ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak
seolah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara
bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab
Abu Nawas meyakinkan.

Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak
berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan
istrinya uang yang cukup banyak.
Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat
biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan
siapa pun agar lebih leluasa bergerak.
Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya
seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang
berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang
menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang
dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.
"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya,
tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat
penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara
membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu
berpikir sejenak kemudian ia berkata,
"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain.
Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi
dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan
takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la
merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang
duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa.
Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya,
mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"

Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut
mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam
akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu,
termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat
luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga
karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu
mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau
pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas
dipanggil
"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian
bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu.
Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas
yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu
sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja.

"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu
Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu
alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian.
Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila
Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di
surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."
Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,

"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak
menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon
diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.



Quote:Original Posted By Smart.Communist â–º
amankan


----------------
Ngakak ahahaaha.. abu nawas emang kocak gan, ini cerita sufi yang paling ane suka..
ada aja akalnya buat ngelabuhi raja.. xDRate 5 Star

ane juga termasuk pecinta cerita abunawas ganBig Grin

Quote:Original Posted By mel3kbeng1 â–º
ditunggu update-nya, gan .. Big Grin

PEJWAN diamankan .. Cool

udah gan,monggo dibaca lagi gan jangan lupa dikasihRate 5 Stargan biar muncul terusCendol (S)

Quote:Original Posted By leroynator â–º
nyimak dulu gan

silahkan gan,jangan lupa dikasihRate 5 StaratoCendol (S)yah gan



keren gan, ditunggu update-annyaNgakak

ane udh tau gan ceritanya..dlu ane ada film ny malah..kocak2 gan.. tp g tw skrg film ny kemana..udh hilang entah kmn..

Tambahin gan. :Big Grin


*update lagi nih gan

Quote:
Tetap Bisa Cari Solusi
Mimpi buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid tadi malam
menyebabkan Abu Nawas diusir dari negeri Baghdad. Abu Nawas tidak berdaya.
Bagaimana pun ia harus segera menyingkir meninggalkan negeri Baghdad hanya
karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga
Abu Nawas.
"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. la
mengenakan jubah putih. la berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana
bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. la harus
diusir dari negeri ini sebab orang itu membawa kesialan. ia boleh kembali ke
negerinya dengan sarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak,
melompat-lompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang
lain."

Dengan bekal yang diperkirakan cukup Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya. Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air mata.

Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang
dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinya
dengan kesedihan yang terlalu mendalam. Sebaliknya Abu Nawas merasa
bertambah yakin bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menotong
keluar dari kesulitan yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorang
teman pun yang lebih baik daripada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?
Setelah beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasa rindu yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makinlama makin menderu-deru seperti dinginnya jamharir. Sulit untuk dibendung.

Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir. Tetapi dengan
akal apakah ia harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati.
Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke istana Baginda? Tidak! Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa
melibatkan orang lain.

Pada hari kesembilanbelas Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak
termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya
dipersiapkan, Abu Nawas berangkat menuju ke negerinya sendiri. Perasaan
rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini
melecut-lecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekatdengan kampung halaman.

Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira. Desas desus tentang kembalinya Abu Nawas segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung.

Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda Harun Al Rasyid. Baginda juga merasa gembi mendengar berita itu tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali, karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.

Namun Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas
pulang ke negerinya. Baginda sama sekali tidak pernah membayangkan kalau
Abu Nawas ternyata bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas
terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan teiah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.



NgakakNgakakNgakak
update terus gan
jadi fresh nih pikiran
bantuRate 5 Star

wkwkwk!abunawas emang canggih ganNgakak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar